Selasa, 19 April 2011

Tahukah anda tentang Prosa Lama ???

PROSA LAMA ???
PUISI dan prosa sering dianggap sebagai sepasang ”lawan kata”. Bahkan, tak hanya itu, puisi dianggap lebih tinggi dari prosa. Yang ”puitis” umumnya berkonotasi positif, sedangkan yang ”prosaik” sebaliknya. Mengapa bisa demikian? Dan betulkah puisi dan prosa adalah sepasang ”lawan kata”?

Mungkin kerja sastra yang telah berabad-abad lamanya mengukuhkan dikotomi itu. Puisi digubah dengan kesadaran yang intens (bahkan ”neurotik”) terhadap bahasa, sementara prosa ditulis dengan fokus utama terhadap ”isi” (cerita, perwatakan, argumen, dan sebagainya) dan konon perhatian seperlunya saja terhadap bahasa. Jika puisi adalah sebentuk komposisi berirama, maka seolah-olah prosa ditulis tanpa irama. Jika puisi menggarap unsur bunyi (juga sunyi) dan citraan serta pilihan kata secara ketat, maka semua hal itu seakan-akan tak terjadi pada prosa. Dengan kata lain: jika bahasa berlaku sebagai ”pemeran pembantu” dalam prosa, maka dalam puisi bahasa adalah ”pemeran utama”. Ada kalanya muncul kiasan lain: prosa adalah bahasa dalam bentuk cair, puisi adalah bahasa dalam bentuk padat.

Pandangan semacam itu mungkin tak sepenuhnya keliru, tapi memang sangat menyederhanakan, tak setimbang, dan akhirnya bisa menyesatkan. Sebab, dilihat dari sisi seberang, bisa tampak gambaran sebaliknya. Puisi adalah ungkapan bahasa yang gemar bersolek, aneh, samar-samar, bahkan gelap, sementara prosa adalah ungkapan bahasa yang wajar dan terang, makin wajar dan terang-benderang, makin baguslah prosa itu. Puisi mengigau sendiri; prosa berkomunikasi. Puisi doyan melanggar konvensi, dengan tameng licentia poetica; sedangkan prosa mesti mantap menjalankan tata bahasa (tanpa mengenal licentia prosaica). Dan seterusnya.

Daftar bias dari satu dan lain pihak tentu bisa diperpanjang. Namun, ada baiknya itu diperlakukan sebagai semacam permainan ”melihat dengan sebelah mata” secara bergantian—sebelum akhirnya kedua belah ”mata” dibuka lebar hingga tampaklah segenap kedalaman dan ukuran secara lebih jernih dan tajam.

Puisi dan prosa mungkin saja adalah ”kawan” sekaligus ”lawan”: berseberangan, berdekatan, bergelutan, tapi toh menghirup udara yang sama. Ritme atau irama, misalnya—pola ungkap yang menentukan karakter ”suara” sebuah karya sastra—nyatanya bisa hadir baik dalam puisi maupun prosa. Pentingnya diksi yang jitu serta susunan yang padu juga berlaku bagi keduanya. Prosa yang mantap, sebagaimana puisi yang kuat, sama-sama mengolah segenap unsurnya hingga ke taraf ”puncak pas”, tak lebih dan tak kurang.

Sementara itu, hubungan antara puisi dan prosa telah berlangsung jauh dan dalam pelbagai cara, kadang dalam kelindan ataupun bauran yang tak sederhana. Tak sedikit pula sastrawan yang sesekali atau banyak kali bergerak di wilayah kelabu antara puisi dan prosa, misalnya menulis karya yang lazim disebut prosa lirik atau prose poem. Demikianlah, prosa bisa merasuki puisi, atau sebaliknya, saling meresap dan bersenyawa, dan menjelmakan pelbagai jenis hibrida yang membuat pemilahan (maupun pemeringkatan) antara puisi dan prosa, antara yang ”puitis” dan yang ”prosaik”, mesti dipertanyakan lagi, terus-menerus.
Prosa terbagi jadi beberapa macam, salah satuya adalah prosa lama. Berikut ini adalah macam contoh prosa lama :
Prosa Lama, seperti :
• Dongeng
Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan moral yang mengandung makna hidup dan cara berinteraksi dengan makhluk lainnya. Dongeng juga merupakan dunia hayalan dan imajinasi dari pemikiran seseorang yang kemudian diceritakan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Terkadang kisah dongeng bisa membawa pendengarnya terhanyut ke dalam dunia fantasi, tergantung cara penyampaian dongeng tersebut dan pesan moral yang disampaikan. Kisah dongeng yang sering diangkat menjadi saduran dari kebanyakan sastrawan dan penerbit, lalu dimodifikasi menjadi dongeng modern. Salah satu dongeng yang sampai saat ini masih diminati anak-anak ialah kisah 1001 malam dengan tokohnya bernama Abunawas. Sekarang kisah asli dari dongeng tersebut hanya diambil sebagian-sebagian, kemudian dimodifikasi dan ditambah, bahkan ada yang diganti sehingga melenceng jauh dari kisah dongeng aslinya, kisah aslinya seakan telah ditelan zaman.
• Legenda
Legenda (Latin legere) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang enpunya cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali dianggap sebagai "sejarah" kolektif (folk history). Walaupun demikian, karena tidak tertulis, maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga sering kali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah, maka legenda harus dibersihkan terlebih dahulu bagian-bagiannya dari yang mengandung sifat-sifat folklor Menurut Pudentia, legenda adalah cerita yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral yang juga membedakannya dengan mite. Dalam KBBI 2005, legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Menurut Emeis, legenda adalah cerita kuno yang setengah berdasarkan sejarah dan yang setengah lagi berdasarkan angan-angan. Menurut William R. Bascom, legenda adalah cerita yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Menurut Hooykaas, legenda adalah dongeng tentang hal-hal yang berdasarkan sejarah yang mengandung sesuatu hal yang ajaib atau kejadian yang menandakan kesaktian.
• Mite
Mitos atau mite(myth) adalah cerita prosa rakyat yang tokohnya para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos pada umumnya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, dunia, bentuk khas binatang, bentuk topografi, petualangan para dewa, kisah percintaan mereka dan sebagainya.Mitos itu sendiri, ada yang berasal dari indonesia dan ada juga yang berasal dari luar negeri. Mitos yang berasal dari luar negeri pada umumnya telah mengalami perubahan dan pengolahan lebih lanjut, sehingga tidak terasa asing lagi yang disebabkan oleh proses adaptasi karena perubahan zaman. Menurut Moens-Zoeb, orang jawa bukan saja telah mengambil mitos-mitos dari India, melainkan juga telah mengadopsi dewa-dewa Hindu sebagai dewa Jawa. Bahkan orang Jawa pun percaya bahwa mitos-mitos tersebut terjadi di Jawa. Di Jawa Timur misalnya, Gunung Semeru dianggap oleh orang Hindu Jawa dan Bali sebagai gunung suci Mahameru atau sedikitnya sebagai Puncak Mahameru yang dipindahkan dari India ke Pulau Jawa. Mitos di Indonesia biasanya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, terjadinya susunan para dewa, terjadinya manusia pertama, dunia dewata, dan terjadinya makanan pokok. Mengenai mite terjadinya padi, dikenal adanya Dewi Sri yang dianggap sebagai dewi padi orang Jawa. Menurut versi Jawa Timur, Dewi Sri adalah putri raja Purwacarita. Ia mempunyai seorang saudara laki-laki yang bernama Sadana. Pada suatu hari selagi tidur, Sri dan Sadana disihir oleh ibu tirinya dan Sadana diubah menjadi seekor burung layang-layang sedangkan Sri diubah menjadi ular sawah. Mitologi tentang tokoh-tokoh rakyat di seluruh dunia, seperti cerita Oedipus, Theseus, Romulus, dan Nyikang mengandung unsur-unsur seperti, ibunya seorang perawan;ayahnya seorang raja;terjadi proses perkawinan yang tidak wajar dan lain-lain.
• Hikayat
Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama. Sebuah hikayat dibacakan sebagai hiburan, pelipur lara atau untuk membangkitkan semangat juang.
• Tambo
Tambo Minangkabau adalah karya sastra sejarah yang merekam kisah-kisah legenda-legenda yang berkaitan dengan asal-usul suku bangsa, negeri dan tradisi dan alam Minangkabau. Tambo Minangkabau ditulis dalam bahasa Melayu berbentuk prosa. Tambo berasal dari bahasa Sansekerta, tambay yang artinya bamulo. Tambo dalam tradisi masyarakat Minangkabau merupakan suatu warisan turun temurun yang disampaikan secara lisan. Kata tambo atau tarambo dapat juga bermaksud dengan sejarah, hikayat atau riwayat. Maknanya sama dengan kata babad dalam bahasa Jawa atau Sunda.
• Fable
Fable rupanya seperti dongeng, tetapi pemeran dari ceritanya adalah binatang-binatang dengan watak-wataknya. Dapat mengambil pesan-pesan yang baik dari cerita tersebut. Seperti cerita sikancil atau yang lainnya.
Berikut adalah contoh dari prosa lama. Sekarang semakin minim produksi dari karya-karya prosa lama seperti diatas. Ditengah perkembangan zaman saat ini, justru anak-anak lebih suka membaca komik atau bacaan lainnya yan g terkadang bertemakan pahlawan tetapi mengandung unsur kekerasan didalamnya. Sebagai generasi bangsa masa depan, kita wajib melestarikan apa yang sudah dipunyai oleh negeri ini. Tidak hanya budayanya saja, tetapi semua unsur didalamnya juga perlu dikembangkan.

Kritik :
Sebaiknya lebih banyak memproduksi buku-buku yang berisi dongeng atau cerita rakyat untuk mengenalkan budaya indonesia kepada anak-anak.
Saran :
Orang tua juga perlu mengontrol apa saja yang dibaca oleh anak-anak pada saat ini. Karena sudah banyak sekali terjadi kekerasan yang dialami oleh anak-anak seusianya diakibatkan tontonan ataupun bacaan yang tidak sepantasnya dibaca oleh seorang anak kecil.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Prosa
http://id.wikipedia.org/wiki/Dongeng
http://id.wikipedia.org/wiki/Legenda
http://id.wikipedia.org/wiki/Mitos
http://id.wikipedia.org/wiki/Tambo_Minangkabau
http://id.wikipedia.org/wiki/Hikayat

1 komentar: