Nama : Alfina Octora
NPM : 10110547
Kelas : 3KA26
Pengertian Diksi
Menurut Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia (1997-233) disebutkan bahwa diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras untuk mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Menurut Kridalaksana (1993-44) bahwa diksi ialah pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara di depan umum atau dalam karang-mengarang. Didalam Wikipedia, diksi mempunyai dua arti, yang pertama merujuk pada pilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulisan atau pembicara. Arti kedua diksi lebih umum digambarkan dengan seni berbicara sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pemilihan kata yang ditujukan untuk memberikan maksud dari pembicara kepada pendengar agar memperoleh efek atau tindakan tertentu.
Pedoman diksi
Dari pengertian diksi ada pakar yang berpendapat seperti Keraf dan Soedjito yang menjabarkan bahwa dalam membuat diksi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
a. Ketetapan diksi
Ketetapan diksi adalah kesamggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
• Memilih kata yang bermakna konotasi dan denotasi
Dalam membuat kalimat kita perlu memilih kata yang tepat baik karena denotasinya maupun konotasi. Makna denotasi adalah makna yang sesungguhnya, sedangkan makna konotasi adalah makna yang bukan sebenarnya.
Contoh kalimat konotasi :
Para koruptor itu cuci tangan dari kasus wisma atlet.
Dalam kalimat diatas kata cuci tangan tidak berarti mencuci tangannya namun berarti sudah tidak turut campur atau terlibat dalam masalah itu.
Contoh kalimat denotasi:
Andi membeli kambing hitam tadi sore.
Kalimat tersebut bermakna sebenarnya bahwa Andi memang membeli kambing berwarna hitam tadi sore.
b. Membedakan kata bersinonim dan berantonim
Kata bersinonim adalah kata yang sejenis, sepadan, sejajar,serumpun, dan memiliki arti yang sama, atau dengan kata lain sinonim adalah persamaan makna kata. Adapun yang dimaksud adalah dua kata atau lebih yang berbeda bentuknya, ejaannya, pengucapannya atau lafalnya, tetapi memiliki makna sama atau hampir sama.[2] Seperti contoh, kata mati, wafat dan mangkat semuanya sama artinya namun berbeda bentuknya.
Sebagai seorang penulis yang handal, haruslah memiliki kemampuan dalam memilih kata yang benar sesuai dengan konteks, situasi dan kondisinya. Terkadang juga diperlukan kata-kata yang berlawanan atau yang sering disebut dengan kata berantonim. Dikatakan berantonim apabila bentuk kata tersebut memiliki makna yang berbeda dengan makna lainnya. Antonim juga menunjukkan bentuk-bentuk kebahasaan itu memiliki relasi antarmakna yang wujud logisnya berbeda atau bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Contoh, kaya>
c. Pemakaian kata yang bernilai rasa
Diksi senantiasa menganjurkan untuk memilih kata yang bernilai rasa secara tepat dan cermat, agar penuturan dapat dicapai dengan sebaik-baiknya. Terkadang kata baku tertentu tidak memiliki nilai rasa. Atau bahkan sebaliknya kata-kata yang bernilai rasa jauh dari dimensi kebakuan. Sehingga kata-kata yang bernilai rasa hendaklah kita gunakan secara tepat, serasi dengan situasi dan kondisi pembaca. Contoh: Ayahnya (gugur, meninggal, wafat, tutup usia) pada hari Raya Idul Fitri.
d. Pemakaian kata/ istilah asing
Ada kata atau istilah asing yang sudah ada persamaan katanya, sehingga yang dipakai dalam membuat kalimat bukanlah kata atau istilah asing tersebut, bukanlah kata atau istilah asing tersebut. Kata atau istilah asing yang boleh dipakai dengan pertimbangan sebagai berikut :
• Lebih cocok karena konotasinya, misalnya:
Kritik ---- kecaman
Profesional ---- bayaran
• Lebih singkat jika dibandingkan dengan terjemahaanya, misalnya:
Eksekusi ---- pelaksanaan hukuman mati
Kontrasepsi ---- alat pencegah kehamilan
• Bersifat international, misalnya:
Matematika ---- ilmu pasti
Oksigen ---- zat asam
e. Pemakaian kata kongkret dan abstrak
Kata kongkret adalah kata yang menunjuk kepada objek yang dapat dilihat, didengar, dirasakan, diraba, atau dibau, misalnya, meja, mobil, motor, buku, sepatu, dan sebagainya. Sedangkan kata abstrak adalah kata yang menunjuk kepada sifat, konsep, atau gagasan, misalnya, cantik, keadilan, kejujuran,pemerintah, dan sebagainya. Maka dari itu kata kongkret lebih mudah untuk dipahami daripada kata abstrak.
f. Pemakaian kata umum dan khusus
Kata Umum adalah kata yang perlu dijabarkan lebih lanjut dengan kata-kata yang sifatnya khusus untuk mendapatkan perincian yang lebih baik karena luang lingkup kata umum luas. Sedangkan kata khusus adalah kata-kata yang sempit ruang lingkupnya dan terbatas konteksnya. Contoh:
Umum Khusus
Melihat menonton (televisi, wayang)
Menengok (orang sakit)
Menatap (muka, gambar, lukisan)
Jatuh tumbang (pohon besar)
Roboh (rumah, gedung, hotel)
Pakaian baju, celana, kaos, piyama, jas
g. Penyempitan dan perluasan makna kata
Sebuah kata dikatakan mengalami penyempitan makna apabila kata tersebut dalam jangka waktu tertentu maknanya bergeser dari yang semula luas menjadi sempit. Seperti kata “gadis” yang dahulunya bermakna anak perempuan yang sudah saatnya menikah, sekarang menyempit menjadi perawan.
Hal tersebut bisa terjadi karena adanya dinamika bahasa. Sedangkan kata dikatakan mengalami perluasan makna apabila kata yang khusus digunakan menjadi lebih umum maknanya. Misalnya, kata bapak yang berarti ayah sekarang mempunyai arti yang lebih luas yakni semua orang laki-laki yang berkedudukan lebih tua usianya.
h. Penggunaan kata ameliorasi dan peyorasi
Ameliorasi adalah perubahan makna yang menjadi lebih baik, yakni perubahan makna lama ke makna yang baru yang dianggap lebih baik dan lebih tepat nilai rasanya.
Misalnya, istri lebih baik daripada bini
Dan yang dimaksud dengan peyorasi adalah proses perubahan makna kata menjadi lebih jelek atau lebih rendah daripada makna semula.
Misalnya, mampus dirasa lebih kasar daripada meninggal.
Kesesuaian diksi
Kata-kata dalam pembuatan kalimat hendaknya disunting sesuai dengan tingkatan orang yang mendengarnya. Misalnya, jika berbicara dengan orang desa yang pendidikannya rendah, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang kurang dimengerti oleh mereka. Dibawah ini syarat-syarat kesesuaian diksi dalam situasi formal dan umum:
• Menggunakan pemakaian kata/tutur percakapan
Kata tutur adalah kata yang hanya dipakai dalam pergaulan sehari-hari, terutama dalam percakapan, seperti bilang, bikin, makanya, nantinya, beli, baca, nggak, udah, dan sebagainya. Kata-kata tersebut tidaklah formal, oleh karena itu tidak selayaknya dipakai dalam situasi yang formal.
• Menghindari bahasa nonstandar dalam situasi formal
Setiap kata-kata yang diucapkan tidak hanya menunjukkan sikap orang, tetapi juga merefleksikan tingkah laku sosial dari orang-orang yang menggunakannya. Sehingga jika seseorang memakai bahasa nonstandar digunakan dalam situasi yang formal akan mengakibatkan ketidakformalan atau ketidakseriusan situasinya.
• Menghindari kata/istilah ilmiah dalam situasi umum
Kata/istilah ilmiah hendaknya dipakai dalam situasi yang khusus. Seperti, saat berpidato didepan masyarakat pedesaan yang berpendidikan dasar atau mengengah yang tidak mengenyam pendidikan, kata atau istilah ilmiah tidak akan dapat dipahami oleh mereka. Akibatnya, informasi yang disampaikan tidak akan sampai kepada pendengar. Lebih baik menggunakan kata-kata yang populer dan mudah diterima kepada masyarakat tersebut. Contoh kata-kata ilmiah dan populer antara lain:
Kata Populer Kata Ilmiah
Anggun feminim
Perkasa maskulin
Rasa suka simpati
• Menghindari jargon
Jargon adalah sejumlah istilah yang menandai dialek profesi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah jargon diartikan sebagai kosakata khusus yang dipergunakan dibidang kehidupan (lingkungan) tertentu. Slang adalah kata-kata lama yang diberi makna baru. Contoh: cabut ‘pergi’, tancap ‘percepat atau perkencang’, dan sebagainya.
• Menghindari bahasa artifisial
Bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni atau sastra. Pemakaian bahasa artifisial akan memudarkan pemahaman karena apa yang dimaksud dalam tulisan tidak ditampakkan secara jelas. Bahasa artifisial dibentuk seorang manusia secara sadar untuk mempermudah komunikasi dalam bentuk karya fiksi maupun khayalan. Agar kata-kata yang digunakan mempunyai makna yang berbeda dari kata yang sebenarnya.
Kesalahan dalam pemilihan diksi
Kelenturan dan kelihaian Tesaurus seringkali disalahgunakan secara berlebihan. Akibatnya, justru bukan cita rasa bahasa yang tinggi yang diperoleh, melainkan justru merusak keindahan bahasa baku. Untuk mengetahui apakah susunan kalimat maupun paragraf dengan bantuan Tesaurus menyalahi kaidah bahasa baku atau tidak, berikut kesalahan-kesalahan dalam memilih kata atau diksi.
1. Menggunakan dua kata bersinonim dalam satu frase. Contoh : agar supaya, adalah merupakan, bagi untuk, dan lain-lain.
2. Menggunakan kata tanya yang tidak menanyakan sesuatu: dimana, yang mana, mengapa, dan lain-lain.
3. Menggunakan kata berpasangan yang tidak sepadan: tidak hanya, tetapi seharusnyatidak hanya, tetapi juga, bukan hanya.
4. Menggunakan kata berpasangan secara idiometik yang tidak bersesuaian: sesuai bagi, seharusnya sesuai dengan, dan lain-lain
5. Diksi atau kalimat kurang baik atau kurang santun. Beberapa kriteria yang masuk dalam kategori ini adalah:
• Menonjolkan akunya dalam suasana formal
• Pilihan kata yang mengekspresikan data secara subjektif
• Menggunakan kata yang tidak jelas maknanya
• Diksi tidak sesuai dengan situasi yang dihadapi
SUMBER :
http://eni-astuti.blogspot.com/2012/06/diksi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar